Saya merupakan anak Bojonegoro asli. Mulai dari TK, SD, SMP
sampai SMA, saya tercatat sebagai salah satu pelajar di Kota Ledre ini. Dan
sekarang dalam proses pendidikan sarjana di salah satu universitas negeri di
Malang. Saya merasa bangga bahwa salah seorang siswa MIN Bojonegoro (nb: bekas
sekolah saya dulu), Bangkit Prasetyo terpilih
beradu akting dalam film Hasduk Berpola ini. Ini membuktikan bahwa siswa-siswa
di Bojonegoro juga pandai bermain akting, tak kalah hebatnya dengan aktor professional.
Film Hasduk Berpola mampu memberikan kesan yang sangat mendalam di saat bangsa
ini berbangga diri dengan film hantu yang ujung-ujungnya hanya menjual
pornografi.
Diproduksinya film Hasduk Berpola tentunya sangat membangkitkan
semangat patriotik jiwa ini dan seakan mengingatkan
perjuangan para pahlawan Surabaya yang berjuang mati-matian sampai titik darah
penghabisan, hanya untuk sebuah keadilan hakiki. Dengan rahmat Allah SWT, para
dedengkot Belanda berhasil diusir dari bumi pertiwi. Hanya dengan usaha, doa
dan niat suci pada Yang Kuasa , maka kebenaran akan tetap hidup sampai kapanpun.
Sebagai agen penerus kemerdekaan, seharusnya kita bangga mempunyai para
pahlawan yang rela gugur demi terciptanya kemerdekaan hakiki di Republik
Indonesia tercinta ini. Pramuka merupakan salah satu sarana sebagai penghargaan atas jasa para
pahlawan yang telah mempersembahkan kemerdekaan untuk bangsa ini. Di Pramuka
kita dididik berbagai aspek kehidupan.Dari
rohani sampai jasmani kita dibina menjadi insan berbudi luhur yang berguna bagi
seluruh bangsa.
Di film Hasduk Berpola kita diajarkan bagaimana memahami
hidup, perbedaan, kesetiakawanan, kejujuran, dan tak ada kata menyerah sebelum
titik darah penghabisan. Seorang kakek tua bernama Masnun yang merupakan
seorang bekas pahlawan pensobekan bendera Belanda di Hotel Yamato. Seorang Pahlawan yang hidup miskin
dengan anak perempuan dan kedua cucunya. Pahlawan yang dahulu di elu-elukan
masyarakat, sekarang hidup tertindas ganasnya kota Surabaya. Betapa malangnya
nasib kakek tua ini. Akibat kondisi hidup yang semakin parah, keluarga pahlawan
ini meninggalkan kota Surabaya untuk memulai hidup yang lebih tentram di kota
Bojonegoro. Pilihan yang merubah hidup dan sangat berat untuk meninggalkan
Surabaya yang telah membesarkan namanya.
Di Bojonegoro inilah, Masnun memulai hidup dengan membuka
bengkel sepeda. Sungguh pekerjaan yang tak pantas bagi seorang kakek tua yang
seharusnya bercanda dengan cucunya dan menikmati sisa hidup dengan tentram. Sungguh
negara yang sangat tidak bersahabat bagi seorang pahlawan. Di Bojonegoro merupakan awal kisah dramatis
Budi dengan Hasduk Berpolanya. Sebuah Hasduk dari bekas selimut Budi dan Bening
waktu bayi dan selembar seprei warna merah marun penuh dengan pola-pola bunga
kuning kecil dan gambar kepala Barbie. Dengan penuh pengorbanan Bening membuat
Hasduk tersebut hanya untuk membahagiakan kakaknya. Walaupun akhirnya sang
kakak dihukum membersihkan WC karena memakai hasduk berpola berbie. Sebuah
pengorbanan pada seorang kakak yang patut di hargai.
Sebagai manusia merdeka seharusnya kita menjaga dan
mempertahankan nilai-nilai luhur yang ditinggalkan para pahlawan. Bendera bukan
hanya sebuah bendera, hasduk bukan hanya sebuah hasduk. Tetapi didalamnya
tercemin sebuah nilai pengorbanan besar para pahlawan untuk menciptakan
kemerdekan hakiki. *SALAM PRAMUKA*