Alkisah, pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang raja yang memimpin
sebuah negeri subur nan luas. Sang raja memimpin dengan seadil yang ia
bisa. Ia cukup berprestasi, salah satunya dengan berhasil menjalin
hubungan dengan kerajaan tetangga. Meskipun demikian, ada saja
segelintir orang yang tidak puas dan membangkang.
Saat itu, sang raja duduk di sebuah ruangan ditemani seorang
pengawalnya yang membawa dua gulungan surat. Baru ketika yakin sang raja
sudah merasa nyaman dengan duduknya, pengawal itu mendekat dan
menyerahkan salah satu surat.
Dengan tenang, sang raja membuka gulungan itu dan membacanya. ”Jadi, kerajaan tetangga kita membutuhkan bantuan.”
Sang pengawal hanya diam. Ia memang tidak tahu tentang isi kedua
surat itu. Saat itu surat untuk raja tidaklah banyak sehingga bisa
langsung disampaikan tanpa perlu seleksi.
”Bagaimana kalau kita beri saja mereka bukit yang ada di ujung utara,” kata raja kemudian.
”Tapi, Paduka, bukankah tempat itu tandus? Tidakkah Paduka merasa
wilayah itu kurang pantas diberikan pada tetangga kita yang begitu
baik?” Tampaknya, pengawal tersebut sekaligus merangkap sebagai
penasihat.
”Tidak apa-apa, dari luar memang terlihat tandus. Tapi sebenarnya
bukit itu penuh emas.” Sang raja lalu menuliskan sesuatu di kertas lain,
yang mungkin adalah balasannya. Usai menulis, raja menggulung kembali
surat itu beserta kertas lain yang ditulisnya dan menyodorkannya pada si
pengawal.
Pengawal itu pun mendekat dan menerima kembali surat yang telah
dibaca raja. Selain itu, ia juga menyodorkan gulungan surat kedua.
”Surat yang ini, berasal dari para pemberontak, Paduka.”
”Pemberontak?” Tampaknya raja merasa tidak enak dengan kata tersebut,
tapi tetap saja ia membuka gulungan dengan tenang seperti sebelumnya.
”Jadi, mereka menuntut sebuah lembah di selatan. Tak apa.”
”Tapi, Paduka!” Sang pengawal terkejut. ”Mereka pemberontak, musuh Paduka.”
”Tempat itu tidak berharga, jadi kupikir tak apa mereka memilikinya.”
Pengawal itu tampaknya tidak bisa langsung setuju. Bola matanya
melirik ke berbagai tempat, berpikir. Butuh beberapa detik bagi pengawal
itu, sebelum ia akhirnya menyetujui keputusan raja. Ia pun menerima
kembali surat yang sudah digulung bersama balasannya itu. Lalu keluar
untuk menyampaikan titah sang raja.
*****
“Seandainya dunia ini di sisi Allah punya nilai setara
dengan sebelah sayap nyamuk niscaya Allah tidak akan memberi minum
seorang kafir seteguk air pun.” (HR. At-Tirmidzi, dishahihkan Al-Imam Al-Albani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar